SEJARAH BATIK BANTEN
Batik Banten berawal dari tahun 2002,
ketika adanya pengkajian motif berdasarkan sejarah oleh Bappeda
Pemerintah Banten, tokoh masyarakat dan arkeolog Universitas Indonesia.
Pengkajian motif itu berasal dari hasil penggalian Pusat Penelitian
Arkeologi Universitas Indonesia tahun 1976, yang menggungkap sumber daya
arkeologi pada artefak.
Tujuan pengkajian itu adalah menemukan
jati diri adanya ornamen atau ragam hias daerah yang dapat digunakan
untuk gedung-gedung negara, rumah adat Banten dan anjungan provinsi
Banten di Taman Mini. Dengan kajian tersebut, terdapat kesulitan yang
dialami, yaitu dengan banyak rupa sejarah dan budaya yang dimiliki
Banten, bahkan bisa disebut yang terbanyak di Indonesia.
Ditemukan 75 ragam hias yang berasal
dari daerah Banten lama itu. Hasil dari pengkajian motif tersebut
kemudian dipresentasikan di depan para arkeolog nasional, budayawan, dan
pemerintah Banten pada September 2004.
Banten baru merdeka pada tahun 2000 pada
saat itu juga Banten minim sarana prasarana. Ketika merdeka Uke
Kurniawan ditunjuk sebagai konsultan konstruksi bangunan pada daerah
Banten oleh pemerintah Banten. “Biasa, jika berurusan dengan terdapat
banyak kendala, dana yang cukup banyak untuk pemanfaatan ragam hias
disarana dan prasarana Banten tidak seperti yang di harapkan, dana habis
ragam hias tidak menempel di bangunan”, Uke Kurniawan sebagai
masyarakat Banten, sedikit kecewa dengan kondisi itu, karena dengan
pembandingan sebelum ini Uke Kurniawan pernah membuat beberapa ornamen
di daerah lain.
Bapak pensiunan PNS Departemen Pekerjaan
Umum di Jakarta ini, pernah menjadi pemimpin proyek di Sumatera dan
membuat ornamen yang kemudian diresmikan dengan nama Batik Basur. Hal
ini didorong karena adanya SK Menteri PU mengataaan agar setiap bangunan
negara baik sekolah, gedung perkantoran dan rumah sakit untuk
menggunakan ornamen daerahnya masing-masing. Di Banten pun demikian,
dari kegagalan ragam hias di Banten yang di terapkan di perkantoran dan
pembangunan lain, Uke Kurniawan berfikir bagaimana ragam hias tersebut
justru harus dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kepentingan masyarakat
Banten. Uke Kurniawan memiliki sebuah pemikiran untuk kemudian
dituangkan dalam media kain yaitu batik. Transformasi motif ke suatu
kain batik Banten merupakan upaya-upaya menghidupkan kembali seni hias
Banten yang telah hilang sejak abad ke-17.
video promosi batik banten
Melalui ide tersebut bapak lulusan SMA
Negeri 1 Serang ini meminta kepada Gubernur Banten untuk membentuk
panitia peneliti Batik Banten. Pemerintah akhirnya mengeluarkan Surat
Keputusan yang kemudian Uke di tunjuk sebagai wakilnya. Menurut Uke
“Terlebih jika sudah masuk kepemerintahan maka banyak hal yang tidak
sesuai, banyak nya interfensi kepanitian yang tidak cocok, seperti
panitia koordiantor yang bukan berasal dari orang Banten, melainkan dari
Jawa Tengah, seperti Yogyakarta dan Solo”.
Menurut Uke jika Batik Banten dikerjakan
bukan oleh orang Banten mungkin akan segera diresmikan tetapi ada hal
yang hilang didalam proses pencapaian peresmiannya, menurut Uke terdapat
hambatan dalam proses kepanitiaan pemerintah. Uke akhirnya memilih
keluar dari kepanitiaan dan berfikir untuk berjalan sendiri, pada saat
itu Uke membuat 25 rancangan desain Batik dan 12 dari 25 rancangan
tersebut diajukan kepada pemerintah Banten, namun tidak membuahkan hasil
dengan berbagai alasan. Uke berharap dan menawarkan Batik Banten untuk
menjadi Badan Usaha Milik Daerah, namun terjadi banyak kontra. Maka
dari itu Uke mencoba menuangkan 12 desainya ke media kain, dan kemudian
membuahkan hasil yang baik, dari sinilah Uke benar-benar memutuskan
keluar dari kepanitiaan dan tidak akan melibatkan Pemerintah lagi.
Dengan hasil yang baik tersebut dan
berangkat dengan semua persiapan seperti kepanitiaan baru, ragam motif
yang telah di kaji, Uke mematenkan Batik Banten pada HAKI dengan
melibatkan Polda dan kehakiman. Pada saat mematenkan tersebut ternyata
batik Indonesia pertama yang dipatenkan adalah Batik Banten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar