Kamis, 08 Desember 2016

Filosofi bambu dengan Guru


Filosofi Bambu dengan Guru
Di sebuah hutan seorang petani menanam serumpun bambu, setelah lama dan bertahun-tahun bambu tersebut menjadi banyak, tinggi, tumbuh besar dan kuat.
Suatu hari petani berdiri di depan bambu dan ia berkata :
“Sahabatku aku membutuhkanmu sekarang”
Bambu menjawab “ ambilah dan pakailah diriku sesuai keinginanmu tuan, aku siap”
“bagus, tetapi agar aku bisa menggunakanmu aku harus membelahmu menjadi dua”
Bambu kaget “membelahku menjadi dua?mengapa tuan tega?aku adalah bambu paling Baik, paling kuat dan paling tinggi di sini. Tolong tuan jangan lakuakan itu kepadaku, kumohon. Gunakanlah aku tetapi jangan belah aku”.
“begini sahabatku, jika kamu tidak dibelah, aku tidak bisa menggunakanmu”.
Bambu tertunduk diam seraya menghela nafas. “ Jika memang itu jalan satu-satunya jalan agar aku dapat berguna bagimu maka lakukanlah”.
“ itu hanya sebagian kecil yang akan kulakukan kepadamu, selanjutnya aku akan memangkas cabang-cabangmu dan memotong daunmu” kata petani.
“ Ya Tuhan, semoga itu tidak terjadi” lirih bambu.” Itu akan merusak keindahanku, tolonglah tuan jangan pangkas cabang-cabang dan daunku aku mohon”
“begini, jika aku tak memangkasnya aku tak akan bisa menggunakanmu” sahut petani.
Bambu tertunduk diam, setelah beberapa saat terdiam akhirnya bambu pasrah. “ baiklah tuan, ambilah dan pangkaslah daun dan cabang-cabangku”.
Dengan nada simpati petani menjawab “bambu sahabatku, aku masih harus mengambil hatti, jantung dan membersikan urat-uratmu kemudian memotong kepalamu dan akar-akarmu jika tidak aku tetap tidak dapat menggunakanmu.
“Tuan , ambilah dan potonglah sesukamu tuan” jawab bambu dengan tertunduk.
Petani kemudian memotong dan mengolah bambu tersebut menjadi saluran air. Tanah yang gersang kini menjadi ladang yang subur karena saluran air dari bambu yang terhubung langsung dari sumber air.
Demikianlah bambu kini menjadi saluran berkah bagi tanaman lain termasuk rumpun bambu yang lain.
Bambu merupakan tumbuhan yang tumbuh di hutan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk membuat alat-alat demi kemudahan suatu pekerjaan  dan rumah yang sederhana. Bambu takakan mungkin tumbuh setinggi dan semegah gedung pencakar langit. Guru diibaratkan sesosok tumbuhan yang sederhana, dan menyatu dengan masyarakat.  Profesi Guru merupakan panggilan Hati Nurani yang paling dalam. Jika ingin menjadi Guru berharap menjadi cepat kaya maka buanglah jauh-jauh keinginan tersebut.
Sebagai seorang guru sudah sewajarnya kita menjadi panutan, dari ujung kuku sampai ujung rambut. Pepatah mengatakan  “Guru kencing berdiri murid kencing berlari” . Tidaklah mudah menjadi seorang guru. Guru yang baik dari tindak tanduk, tutur kata menjadi suritauladan  bagi siswa. Memangkas ego dan keserakan, bak bambu yang yang dipangkas daun dan ranting-rantingnya. Memotong kesombongan seperti bambu yang dipotong-potong dan dibelah  ruasnya, Hal tersebut dilakukan Demi mengayomi dan membuat berkembang siswanya menjadi  pion-pion negara yang kelak mengubah dunia. Guru yang hebat bukanlah guru yang memiliki segudang ilmu yang tinggi dan pintar berdeklamasi di depan siswanya. Tetapi guru yang hebat adalah guru yang mampu membuat hal yang rumit menjadi sederhana dan mampu dipahami siswa.

5 Makna yang terkandung dibalik Filosofi “Guru Sebagai Cermin Bagi Murid muridnya”

Guru disebut juga sebagai pendidik. Menurut Kamus Bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta, pendidik berarti orang yang mendidik. Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang pendidikan. Pendidik dalam bahasa Inggris disebut teacher, dalam bahasa Arab disebut ustad, mudarris, mu’alim, dan mu’adib. Dalam literatur yang lain, kita mengenal pendidik sebagai guru, dosen, pengajar, tutor, lectures, educator, trainer, dan sebagainya.
Guru memiliki tugas yang berat, namun mulia. Pada dirinya tertumpu beban dan tanggung jawab untuk menyiapkan masa depan lebih baik. Guru berfungsi sebagai jembatan bagi para peserta didik untuk melintas menuju masa depan mereka. Bergantung pada jembatan tersebut, ke masa depan manakah peserta didik tersebut dibawa. Dari tiga penggalan masa (masa lalu, masa kini, dan masa depan), masa depanlah yang menjadi tujuan dengan memanfaatkan sebaik-baiknya masa lalu dan masa kini. Tugas guru adalah mentransformasi generasi penerus demi masa depannya yang lebih baik, lebih berbudaya, sekaligus membangun peradaban. Ini  adalah tugas yang sangat mulia. Dengan demikian, secara hakiki guru adalah mulia. Menjadi guru menjadi mulia, bahkan kemuliaannya tanpa memerlukan atribut aksesorial.
Memuliakan profesi yang mulia (guru) adalah kemuliaan dan hanya orang-orang mulia yang tahu bagaimana memuliakan dan menghargai kemuliaan. Sayyidina Ali RA bahkan pernah menyampaikan, ”Saya menjadi hamba (menghormati dan memuliakan) bagi orang yang mengajarkan kepada saya meskipun hanya satu huruf.” Bertanggung jawab terhadap pembentukan masa depan menunjukkan bahwa guru berbeda dengan profesi lain. Sebab, pendidikan adalah proses yang tidak bisa dibalik (irreversible process). Dampaknya yang masif pada masa mendatang mengharuskan profesionalitas guru untuk dijaga, terus ditingkatkan dengan hati-hati. Guru juga mesti waspada, tidak boleh terjebak hanya karena pertimbangan kepentingan praktis sesaat.

Guru Sebagai Cermin
Banyak hal yang diajarkan kepada anak didik akan lebih sempurna bila disertai contoh perbuatan dan perilaku yang baik. Sehingga apa yang dilakukan guru dapat menjadi teladan dan menjadi cermin  bagi murid-muridnya. M. Furqon Hidayatullah (2009) mengatakan, ada lima teladan yang dapat dijadikan cermin yang secara filosofi memiliki makna sebagai berikut:

# Makna 1 :  Tempat yang Tepat untuk Introspeksi
Jika becermin, kita akan melihat potret diri kita sesuai dengan keadaan yang ada. Sebagai guru, kita harus siap menjadi tempat mawas diri, koreksi diri, atau introspeksi. Untuk itu, kita harus siap menjadi curahan.

# Makna 2 : Menerima dan Menampakkan Apa Adanya
Cermin memiliki karakteristik bersedia menerima dan memperlihatkan apa adanya. Untuk itu, sebuah pribadi harus memiliki sifat jujur, sederhana, objektif, jernih, dan lain-lain.

#Makna 3 : Menerima Kapan pun dan dalam Keadaan Apa pun
Cermin memiliki karakter. Artinya, guru harus bersedia menerima kapan pun dan dalam keadaan apa pun. Artinya, guru mesti memiliki sifat-sifat sepeti pengabdian, setia, sabar, dan lain-lain.

# Makna 4 : Tidak Pilih Kasih/Tidak Diskriminatif
Cermin memiliki sifat tidak pernah pilih-pilih. Siapa saja yang mau bercermin pasti diterima. Artinya, tidak membeda-bedakan atau tidak diskriminatif. Karena itu, guru harus memiliki jiwa mendidik kepada siapa pun tanpa pandang bulu, semua anak, apa pun kondisinya harus dididik tanpa kecuali. Bahkan, kita tidak dibenarkan memisah-misahkan atau memilih-milih kondisi siswa (exclusive), tetapi harus inklusif (inclusive) dalam mendidik.

#Makna 5 : Pandai Menyimpan Rahasia
Cermin tidak pernah memperlihatkan siapa yang telah becermin kepadanya, tak peduli kondisi yang becermin itu baik maupun buruk. Artinya, cermin memiliki sifat pandai menyimpan rahasia. Sebagai guru yang pandai menyimpan rahasia, ia juga memiliki sifat sifat ukhuwah atau persaudaraan, peduli, kebersamaan, tidak menjatuhkan, tidak mempermalukan orang lain, mengorangkan, dan lain-lain.
Demikian 5 makna filosofi tentang keteladanan guru, Selamat hari guru, Sukses selalu untuk guru dan pendidikan di Indonesia.


Falsafah Pendidikan untuk Pengadapan Manusia

Pendidikan itu berbeda dengan persekolahan. Memang tidak selalu dua yang bertentangan. Namun dua benda ini memang harus dibedakan, karena banyak orang dibingungkan oleh keduanya.

Banyak orang beranggapan dia sedang menerangkan topik pendidikan, ternyata yang dimaksud adalah sekolah atau persekolahan.

Pendidikan adalah substani dan isi sementara persekolahan adalah sistem, sarana dan gedung. Cukup sering sarana memberikan bantuan. Tetapi dalam beberapa dekade ini, dalam banyak kasus, sekolah dengan segala sepatu, buku, administrasi, uang gedung, ijazah dan masih banyak aksesori lain lebih banyak mengganggu pendidikan daripada membantu.
Sekarang ini kita banyak diskusi mengenai Standar Nasional Pendidikan, UU tentang Guru dan Dosen (ada lagi Undang-undang Badan Hukum Pendidikan yang dikeluarkan pada tahun 2005). Anehnya semua undang-undang pendidikan ini bukanlah persoalan pendidikan. Ia hanyalah setitik kecil persoalan teramat panjang dari persekolahan. Langsung tidak langsung adanya sekolah telah menambah biaya (uang, mental, energi, fisik) yang harus dipikul masyarakat untuk mengenyam pendidikan.

Lalu pertanyaan berikut, mengapa kita hanya bisa mengeluh dan meratapi suasana itu? Beranikah kita melawan dan tampil beda dari mereka? “kita” di sini yang disebutkan disini selalu mengandalkan gerakan bersama. Protes harus dikerjakan bersama-sama agar berubah menjadi proyek kesadaran.

Masihkan kita punya keberanian untuk kembali pada ‘pendidikan’ yang menjadi substansi, bukan persekolahan yang terus-menerus menjadi sumber carut-marutnya pendidikan. Kita mesti sadar bahwa yang mutlak untuk kita adalah kembali pada filsafat pendidikan yang solid: mendidik orang menjadi berilmu dan memiliki etos dan punya displin tanpa menjadikan anak didik seperti robot dan patung emas.

Pendidikan dan Filosofi Sang Guru

Dalam novel Laskar Pelangi, Andrea Hirata menulis tentang filosofi sang guru, “Guru yang pertama kali membuka mata kita akan huruf dan angka-angka sehingga kita pandai membaca dan menghitung.” Pengalaman Hirata yang dituliskan dalam bentuk novel ini membuka hati kita akan peran dan filosofi seorang guru sebagai pendidik dan pengajar untuk membebaskan para peserta didik dari kegelapan menuju pencerahan.

Harapan bagi para guru untuk membebaskan anak-anak bangsa dari kegelapan belum tercapai. Kemerosotan mutu pendidikan nasional di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari rendahnya mutu guru karena mempunyai peran sangat penting dan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan.

Dalam kerangka peningkatan mutu, satu permasalahan fundamental dalam sistem pendidikan nasional adalah dehumanisasi pendidikan. Seharusnya pendidikan menghormati dan menghargai martabat manusia beserta segala hak asasinya. Peserta didik seharusnya tumbuh dalam kemanusiaannya sebagai subyek melalui proses pendidikan. Tapi yang sedang terjadi adalah justru sebaliknya. Ada terlalu banyak pratik-pratik sekolah yang menunjukkan betapa peserta didik sudah diperlakukan sebagai objek demi kepentingan ideologi, politik, industri,dan bisnis.

Guru sebagai pendidik tidak mampu mengembangkan kesadaran untuk menghentikan gejala dehumanisasi ini dan membebaskan peserta didik dari kegelapan karena para guru merasa terjebak sebagai objek dalam sistem pendidikan nasional. Berikut kami tampilkan sebagian kecil realitas belenggu kemiskinan yang dihadapi guru yakni:

1. Dengan gaji dan tunjangan yang kurang memadai, guru terlalu sibuk mencari penghasilan tambahan.
2. Dengan jam mengajar yang panjang dan tugas administratif yang membebani, guru sudah tidak punya waktu untuk membaca dan mengembangkan diri akibatnya pengetahuan, wawasan dan kreatifitas guru sulit berkembang.
3. Guru yang seharusnya berperan sebagai aktor dalam proses pembudayaan transformasi nilai-nilai malah sebagai guru malah melakukan pelanggaran etika sebagai pendidik dengan memberikan les privat bagi peserta didik dan bahkan membocoran soal ujian sendiri atau terlibat sebai saksi yang menutup mulut atas beberapa tindakan manipulasi dan korupsi oleh birokrasi pendidikan atau pengelola sekolah.
4. Akhirnya belenggu kemiskinan finansial, intelektual, emosional dan kultural sering membuat guru kehilangan indentitas dan integritas. Pekerjaan sebagai guru tidak lagi dilandasi oleh spiritualitas profesi dan tidak menjadi bagian perjalanan kemanusiaan.

Pendidikan tidak pernah lepas dari wibawa dan peranan guru. Maka dalam cahaya pradigma baru kita perlu berupaya mengangkat derajat guru. Di tengah keprihatinan terhadap kemerosotan mutu dan status guru, peraturan pemerintah No.19, tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan dan undang-undang no.14, tahun 2005 tentang guru dan dosen yang diluncurkan dengan itikad baik diantaranya mengatur profesionalisme guru dan memberikan jaminan terhadap perlindungan dan kesejahteraan guru.

Sementara yang menjadi janggal adalah persoalan konseptual pendidikan profesional guru masih belum terselesaikan, program porfotfolio sudah langsung dijalankan untuk menilai kompetensi seorang guru. Akibatnya berbagai akses (misalnya keikutsertaan dalam program pendidikan dan pelatihan hanya demi sertifikat, ada manipulasi berkas, dan kolusi antara pemilik fortofolio dan penilai) sangat menodai profesi guru dan bahkan melemparkan guru pada titik nadir dalam perjalanan profesinya.ini problema guru yang dihadapi di Indonesia.

Terlepas dari segala tetek bengek peraturan yang dibuat oleh pemerintah satu hal penting dalam mendidik adalah bahwa guru harus bepegang pada filosofi pengajaran yakni semangat sebagai guru secara terus-menerus harus mengaitkan tiga hal yakni dirinya sendiri, anak didik, dan bidang pengetahuan/keterampilan yang diampunya. Berbagai kemampuan yang diharapkan dimiliki dan dikembangkan seorang guru seyogianya menjadi bagian tak terpisahkan dari sosok utuh kompetensi profesional seorang pendidik.

Perwujudan Falsafah Pendidikan

Peter C.Hodgson, seorang ahli pendidikan melihat sosok Allah sebagai Pendidik utama dalam transformasi hidup sejarah manusia dan menawarkan sejarah Pendidikan Allah. Peter C.Hodgson menjungkirbalikkan berhala-berhala pendidikan modern yang banyak merusak manusia antara lain memaksa anak untuk berprestasi sedemikian hebat dengan sistem pemaksaan jadwal yang sangat ketat. Peter menawarkan inti falsafah Pendidikan yang di dalamnya ada roh kasih, kebenaran, dan keadilan.

Menurut Hodgson pendidikan harus menyingkapkan kebenaran dan menyelematkan umat manusia dari kesesatan (the darkness of error) dan berhala (idolatry). Karena itu dalam konteks pendidikan mesti disadari bahwa akal budi di satu sisi adalah tanda kemuliaan Ilahi, tetapi sekaligus menjadi potensial menjadi sumber penderitaan manusia yang tak terperikan.

Kita perlu menebus budi namun tidak menggusurnya. Kita perlu memerangi kejahatan yang disebabkan oleh akal budi. Pendidkan bertujuan membeirkan tanggapan terhadap panggilan akan kebenaran. Inilah rangkuman seluruh roh pendidikan. Lepas dari sini maka pendidikan akan tidak berdaya guna.

Semuanya bisa berjalan dengan baik karena ada kerja sama. Kerja sama, iman, kasih, dan solidaritas menjadi inti falsafah pendidikan. Karena itu dalam konteks menerapkan falsafah pendidikan perlu diperhatikan tiga C yakni

Competensi = dapat diandalkan dan berdaya guna.
Compassion = berempati kepada orang lain.
Conscience = memiliki kesadaran moral (beriman).

Dengan tiga C yang ditanamkan dalam pendidikan hasil yang diharapkan adalah manusia terdidik yang memiliki kharakter. Kita mengharapkan setiap anak didik yang dididik tumbuh menjadi manusia berkarakter (memiliki kepribadian yang tangguh). Menurut Ernest Hull, seorang Jesuit pendidik dari abad lalu, pembentukan karakter dimulai dengan “tujuan yang hendak dicapai.” Kita perlu berfantasi, membayangkan karakter yang hendak dibangun pada siswa. Agar berkarakter maka setiap anak didik perlu didorong untuk disiplin, dikondisikan untuk tidak mencontek, bermental juara dan bahkan jiwa seni mereka pun perlu dikembangkan.

Pendidikan karakter adalah bagian integral upaya mendampingi peserta didik untuk mengembangkan potensi manusiawi mereka. Maka tanggungjawab sekolah adalah membantu peserta didik untuk mengubah potensi manusiawi menjadi tindakan konkret. Pendidikan karakter ini juga untuk memberikan visi etis kepada peserta didik.

Visi etis diharapkan menempatkan diri mereka pada horizon yang lebih luas. Pendidikan yang mengabaikan pembentukan visi etis dikawatirkan hanya akan menjadi proses pemindahan pengetahuan yang tidak berakar berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan karakter dengan demikian diharapkan dapat membantu peserta didik untuk menjadi pribadi yang semakin manusiawi dan beriman.

Pintar saja tidak cukup tetapi perlu mendidik anak-anak di sekolah Katolik agar bisa berempati, beriman dan lebih manusiasi. Manusia berkarakter (manusia beradab) merupakan salah satu tujuan filsafat pendidikan.

Belajar dari Filosofi Kehidupan Kucing

Bersatulah.com - Kucing, Siapa si yang tidak tahu binatang yang satu ini, bagaimana sifat  mereka, bagaimana kelakuan dan kebiasaan mereka. Terkadang kita merasa geli atau mungkin malah ketakutan karna tingkah laku mereka (baca:kucing). Mungkin hal tersebut terdengar lumrah diantara kita. Tapi  tahukah Anda dibalik kebiasaan-kebiasaan mereka (baca:kucing) terdapat filosofi indah yang bisa kita ambil sebagai contoh untuk kita menjalani hidup ini. Berikut ini kebiasaan-kebiasaan kucing yang dapat kita ambil pelajaran positifnya untuk menjalani hidup:



Suka bermain dengan majikan

Belajar dari Filosofi Kehidupan Kucing | Suka bermain dengan majikan


Pada umumnya semua kucing suka sekali bermain dengan majikannya, hal tersebut nampak seperti salah satu kebutuhan mereka (baca:kucing).
Filosofinya: Kita sebagai manusia butuh yang namanya bersosialisasi, mungkin iya jita bisa hidup tanpa bersosialisasi pada dunia luar. Tapi pasti kita akan merasa sepi dan tersiksa, karena pada dasarya manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan sesama untuk hidup. Menurut teori Abraham Maslow, manusia memiliki 5 kebutuhan dasar yakni kebutuhan Fisiologis, Keamanan dan keselamatan, Sosial, Penghargaan, dan Aktualisasi Diri. Pada teori tersebut menjelaskan bahwa manusia itu butuh teman, keluarga, cinta, pujian, hadiah dll. Jika kita tidak bersosial maka mana mungkin kita bisa mendapatkan itu semua. Jadi intinya adalah bersosialisasi merupakan kebutuhan setiap manusia.


Mencuri Ikan

Belajar dari Filosofi Kehidupan Kucing
Mungkin dari kita ada yang pernah ikan, ayam atau makanannya di curi oleh kucing. Bahkan pada masyarakat populer dengan salah satu pepatah yang bunyinya "malu-malu kucing". Pepatah tersebut bersal dari sikap kucing yang bertindak tidak mau pada ikan yang ada, tapi ketika simajikan atau tidak ada orang yang melihatnya mereka (baca:kucing) akan langsung sikat dan bawa kabur ikan secara misterius. Yang perlu kita tahu adalah kucing akan selalu sabar menunggu dan memastikan si majikan lengah dan tidak melihatnya. Dan ketika kesempatan itu ada mereka akan langsung bertindak mencuri makanannya.

Filosofinya: Bersabarlah akan segala sesuatu, karena pada umumnya segala sesuatu itu memerlukan timing yang bagus untuk berhasil mendapatkan yang kita inginkan. Dan ketka kesempatan itu ada langsung hajar sob, jangan sia-siakan kesempatan, karena kesempatan tidak datang untuk yang kedua kalinya.
Memindahkan anaknya ketika merasa terganggu
Belajar dari Filosofi Kehidupan Kucing

Sudah menjadi naluri seorang ibu kucing yang sering memindahkan anaknya dari tempat satu ketempat yang aman. Hal ini dikarnakan ketika anak-anaknya ketahuan oleh manusia. Disini kita melihat masalah trust (baca:kepercayaan), walaupun si kucing tahu bahwa yang mengetahui adalah majikannya sendiri tapi mereka akan tetap tidak percaya dan akan tetap memindahkan anak-anaknya.

Filosofi: Sekenal apapun, sedekat apapun kita dengan seseorang kita harus tetap tetap menyisakan sedikit kecurigaan untuknya. karena kita tidak pernah tahu apa yang ada dalam pikirannya, kita juga tidak tahu apa yang direncanakanya untuk kita. Coz orang bisa berubah karena waktu, kita tidak akan pernah tahu apa yang akan dilakukannya dimasa depan. Bahkan tidak menutup kemungkinan yang notabennya baik bisa berubah menjadi jahat dan melakukan hal buruk kepada kita. dan sepatutnya kita juga harus bijak, sebagai manapun kita percaya kepada orang, kita harus jaga-jaga dan patut menaruh tempat kecil dihati untuk tidak mempercayainya.
Menggali Tanah Sebelum membuang Air


Secara naluri kucing akan selalu menggali tanah sebelum membuang air dan ketika selesai membuang air mereka(baca:kucing) akan menutupnya kembali, Kira-kira apa ya tujuannya? Menurut dongeng mereka melakukan kegiatan itu agar jejak mereka tidak diketahui oleh musuh bebuyutannya yaitu anjing.  Karena dengan mengubur kotoran mereka bisa menutupi jejak yang telah dibuat sehingga anjing akan kesusahan melacak jejak kucing.

Filosofi: Kita harus memikirkan segala sesuatu sebelum kita bertindak, pastikan kita sudah mengetahui dan memahami akan apa yang akan kita lakukan dan apakah resikonya sebelum melakukan sesuatu, sehigga meminimalisir terjadinya hal yang tidak kita inginkan dimasa yang akan datang.

Menolak saat dimandikan

Belajar dari Filosofi Kehidupan Kucing
Tidak semua kucing bersukarela untuk dimandikan oleh majikannya. Terkadang mereka yang biasanya jinak dan lembut bisa saja langsung berontak ketika kita melakukan hal yang tidak dia sukai. Kucing akan menolaknya, dan tidak akan pernah suka dengan hal ini, tapi setiap kali mereka selesi dimandikan mereka akan menjadi bersih dan lebih harum.

Filosofi: Kita tidak boleh takut mencoba hal baru atau hal yang tidak pernah kita sukai dalam hidup ini. karena walaupun kita tidak menyukainya bukan berarti hal itu buruk untuk kita, dan kadang hal tersebut bisa jadi yang membuat kita lebih baik.

Tidur Siang hari dan beraktivitas dimalam hari

Belajar dari Filosofi Kehidupan Kucing
Kucing adalah hewan nocturnal yang akan lebih sering tidur atau beristirahat diwaktu siang dan beraktivitas diwaktu malam.

Filosofi: Atur Waktu sebaik mungkin kerjakan segala sesuatu selagi masih bisa.
Mencakar Dinding, kursi atau lainnya

Belajar dari Filosofi Kehidupan Kucing

Mugkin banyak dari para majikan kucing yang kesal engan kebiasaan yang satu ini, karena dapat merusak dinding dan kursi majikan. Tapi tahukah Anda bahwa kucing mencakar diniding atau kursi demi suatu alasan yaitu untuk mempertajam kuku mereka untuk kebutuhan seperti beburu atau memanjat ketika mereka membutuhkan.

Filosofi: Mempersiapkan hal jauh sebelum kita melakukannya. Persiapkan segala sesuatu untuk digunakan dan dimanfmangmasa yang akan datang.
Bermain dengan Mangsanya

Belajar dari Filosofi Kehidupan Kucing
Kenapa tikus dimainkan dulu setelah diburu bukan langsung dimakan. Ketika mendapatkan tikus kucing akan mencoba memainkan mangsanya untuk memastikan mereka tidak akan kabur atau memphp kucing tersebut.

Filosofi: Kita harus memastikan segala hal yang kita lakukan itu sudah benar-benar selesai dan tidak ada kesalahan yang bisa membuat kita menyesal.