SIAPA MANUSIA?
Masalah
manusia adalah terpenting dari semua masalah. Peradaban hari ini
didasarkan atas humanisme, martabat manusia serta pemujaan terhadap
manusia. Ada pendapat bahwa agama telah menghancurkan kepribadian
manusia serta telah memaksa mengorbankan dirinya demi tuhan. Agama telah
memamaksa ketika berhadapan dengan kehendak Tuhan maka manusia tidak
berkuasa. (Ali Syariati, Paradigma Kaum Tertindas, 2001). Bagi
Iqbal ego adalah bersifat bebas unifed dan immoratal dengan dapat
diketahui secara pasti tidak sekedar pengandaian logis. Pendapat
tersebut adalah membantah tesis yang dikemukanakn oleh Kant yang
mengatakan bahwa diri bebas dan immortal tidak ditemukan dalam
pengalaman konkit namun secara logis harus dapat dijatikan postulas bagi
kepentingan moral. Hal ini dikarenakan moral manusia tidak masuk akal
bila kehidupan manusia yang tidak bebas dan tidak kelanjutan
kehidupannya setelah mati. Iqbal memaparkan pemikiran ego terbagi
menjadi tiga macam pantheisme, empirisme dan rasionalisme. Pantheisme
memandang ego manusia sebagai non eksistensi dimana eksistensi
sebenarnya adalah ego absolut. Tetapi bagi Iqabal bahwa ego manusia
adalah nyata, hal tersebut dikarenakan manusia berfikir dan manusia
bertindak membuktikan bahwa aku ada. Empirisme memandang ego sebagai
poros pengalaman-pengalaman yang silih berganti dan sekedar penanaman
yang real adalah pengalaman. Benak manusia dalam pandangan ini adalah
bagaikan pangging teater bagai pengalaman yang silih berganti. Iqbal
menolak empirisme orang yang tidak dapat menyangkal tentang yang
menyatukan pengalaman. Iqbal juga menolak rasionalisme ego yang
diperoleh memlalui penalaran dubium methodicum (semuanya bisa diragukan
kecuali aku sedang ragu-ragu karena meragukan berarti mempertegas
keberadaannya). Ego yang bebas, terpusat juga dapat diketahui dengan
menggunakan intuisi. Menurut Iqbal aktivitas ego pada dasarnya adalah
berupa aktivitas kehendak. Baginya hidup adalah kehendak kreatif yang
bertujuan yang bergearak pada satu arah. Kehendak itu harus memiliki
tujuan agar dapat makan kehendak tidak sirna. Tujuan tersebut tidak
ditetapakan oleh hukum-hukum sejarah dan takdir dikarenakan manusia
kehendak bebas dan berkreatif. (Donny Grahal Adian, Matinya Metafisika Barat, 2001)
Hakekat
manusia harus dilihat pada tahapannya nafs, keakuan, diri, ego dimana
pada tahap ini semua unsur membentuk keatuan diri yang aktual, kekinian
dan dinamik, dan aktualisasi kekinian yang dinamik yang bearada dalam
perbuatan dan amalnya. Secara subtansial dan moral manusia lebih jelek
dari pada iblis, tetapi secara konseptual manusia lebih baik karena
manusia memiliki kemampuan kreatif. Tahapan nafs hakekat manusia
ditentukan oleh amal, karya dan perbuatannya, sedangkan pada kotauhid
hakekat manusai dan fungsinya manusia sebagai ‘adb dan khalifah dan
kekasatuan aktualisasi sebagai kesatuan jasad dan ruh yang membentuk
pada tahapan nafs secara aktual. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Bagi
Freire dalam memahami hakekat manusia dan kesadarannya tidak dapat
dilepaskan dengan dunianya. Hubungan manusia harus dan selalu dikaitkan
dengan dunia dimana ia berada. Dunia bagi manusia adalah bersifat
tersendiri, dikarenakan manusia dapat mempersepsinya kenyataan diluar
dirinya sekaligus mempersepsikan keberadaan didalam dirinya sendiri.
Manusia dalam kehadirannya tidak pernah terpisah dari dunidan
hungungganya dengan dunia manusia bersifat unik. Status unik manusia
dengan dunia dikarenakan manusia dalam kapasistasnya dapat mengetahui,
mengetahui merupakan tindakan yang mencerminkan orientasi manusia
terhdap dunia. Dari sini memunculkan kesadaran atau tindakan otentik,
dikarenakan kesadaran merupakan penjelasnan eksistensi penjelasan
manusia didunia. Orientasi dunia yang terpuasat oleh releksi kritiuas
serta kemapuan pemikiran adalah proses mengetahui dan memahami. Dari
sini manusia sebagaiu suatu proses dan ia adalah mahluk sejarah yang
terikat dalam ruang dan waktu. Manusia memiliki kemapuan dan harus
bangkit dan terlibat dalam proses sejarah dengan cara untuk menjadi
lebih. (Siti Murtiningsih, Pendidikan sebagai Alat Perlawanan, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar