Banten pejati
Pejati berasal bahasa Bali, dari kata “jati” mendapat awalan “pa”. Jati berarti sungguh-sungguh, benar-benar.
Banten pejati adalah sekelompok banten yang dipakai sarana untuk
menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan Hyang Widhi dan
manifestasiNya, akan melaksanakan suatu upacara dan mohon dipersaksikan,
dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan. Banten pejati merupakan
banten pokok yang senantiasa dipergunakan dalam Pañca Yajña. Adapun
unsur-unsur banten pejati, yaitu:
1. Daksina Unsur-unsur yang membentuk daksina:
– Alas bedogan/srembeng/wakul/katung; terbuat dari
janur/slepan yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas
pinggirnya . Alas Bedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat
dengan jelas.
Bedogan/ srembeng/wakul/katung/ srobong daksina
;terbuat dari janur/slepan yang dibuta melinkar dan tinggi, seukuran
dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah ini adalah lambang Akasa yang
tanpa tepi. Srembeng daksina juga merupakan lambang dari hukum Rta ( Hukum Abadi tuhan )
– Tampak; dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah. Tampat adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos.
– Beras; lambang dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan manusia di dunia ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva)
– Porosan; terbuat dari daun sirih, kapur dan pinang diikat sedemikian rupa sehingga menjadi satu, porosan adalah lambang pemujaan
– Benang Tukelan; adalah simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksakadalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk mendapatkan Tirtha Amertha dan juga simbolis dari penghubung antara Jivatman
yang tidak akan berakhir sampai terjadinya Pralina. Sebelum Pralina
Atman yang berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami
penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina.
– Uang Kepeng; adalah lambang dari Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan.
– Telor Itik; dibungkus dengan ketupat telor, adalah
lambang awal kehidupan/ getar-getar kehidupan , lambang Bhuana Alit yang
menghuni bumi ini, karena pada telor terdiri dari tiga lapisan, yaitu
Kuning Telor/Sari lambang Antah karana sarira, Putih Telor lambang Suksma Sarira, dan Kulit telor adalah lambang Sthula sarira.
– Pisang, Tebu dan Kojong; adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari ala mini. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya Parisudhanya.
– Gegantusan; yang terbuat dari kacan-kacangan dan bumbu-bumbuan, adalah lambang sad rasa dan lambang kemakmuran.
– Papeselan yang terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambangPanca Devata; daun duku lambang Isvara, daun manggis lambang Brahma, daun durian lambang Mahadeva, daun salak lambang Visnu, daun nangka atau timbul lamban Siva. Papeselan juga merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana).
– Buah Kemiri; adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki. Buah kluwek/Pangi; lambang pradhana / kebendaan / perempuan.
– Kelapa; simbol Pawitra (air keabadian/amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala) karena ternyata kelapa memiliki tujuh lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke luar. Air sebagai lambang Mahatala, Isi lembutnya lambang Talatala,
isinya lambang tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan isi
yang keras lambang sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala,
batoknya lambang Patala. Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu:
Bulu batok kelapa sebagai lambang Bhur loka, Serat saluran
sebagailambang Bhuvah loka, Serat serabut basah lambang svah loka,
Serabut basah lambanag Maha loka, serabut kering lambang Jnana loka,
kulit serat kering lambang Tapa loka, Kulit kering sebagai lamanag Satya
loka Kelapa dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya dengan maksud
karena Bhuana Agung sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari
unsur-unsur gejolak indria yang mengikat dan serabut kelapa adalah
lambang pe ngikat indria.
– Sesari; sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)
– Sampyan Payasan; terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri Kona; Utpeti, Sthiti dan Pralina.
– Sampyan pusung; terbuat dari janur dibentuk
sehingga menyerupai pusungan rambut, sesunggunya tujuan akhir manusia
adalah Brahman dan pusungan itu simbol pengerucutan dari indria-indria
2. Banten Peras Yang menjadi unsur-unsur Peras, yaitu:
– Alasnya Tamas/ taledan/ Ceper; berisi aled/ kulit
peras, kemudian disusun di atasnya beras, benang, base tampel/porosan,
serta uang kepeng/recehan. Diisi buah-buahan, pisang, kue secukupnya,
dua buah tumpeng, rerasmen/lauk pauk yang dialasi kojong rangkat,
sampyan peras, canang sari. Pada prinsipnya Banten Peras memiliki fungsi
sebagai permohonan agar semua kegiatan tersebut sukses (prasidha)
– Aled/kulit peras, porosan/base tampel, beras, benang, dan uang kepeng;
merupakan lambang bahwa untuk mendapatkan keberhasilan diperlukan
persiapan yaitu: pikiran yang benar, ucapan yang benar, pandangan yang
benar, pendengaran yang benar, dan tujuan yang benar.
– Dua buah tumpeng; lambang kristalisasi dari
duniawi menuju rohani, mengapa dua tumpeng karena sesungguhnya untuk
dapat menghasilkan sebuah ciptaan maka kekuatan Purusa dan Pradhana
(kejiwaan/laki-laki dengan kebendaan/perempuan) harus disatuakan baru
bisa berhasil (Prasidha), tumpeng adalah lambang keuletan orang dalam meniadakan unsur-unsur materialis, ego dalam hidupnya sehingga dapat sukses menuju kepada Tuhan.
– Tamas; lambang Cakra atau perputaran hidup atau
Vindu (simbol kekosongan yang murni/ananda). Ceper/ Aledan; lambang
Catur marga (Bhakti, Karma, Jnana, Raja Marga)
– Kojong Ragkat, tempat lauk pauk; memiliki makna
jika ingin mendapatkan keberhasilan harus dapat memadukan semua potensi
dalam diri (pikiran, ucapan, tenaga dan hati nurani)
– Sampyan peras; terbuat dari empat potong janur
dibentuk menyerupai parabola di atasnya, merupakan lambang dari kesiapan
diri kita dalam menerima intuisi, inisiasi, waranugraha dari Hyang
Widhi yang nantinya akan kita pakai untuk melaksanakan Dharma.
3. Banten Ajuman/Soda Yang menjadi unsur-unsur banten Ajuman/Soda:
– Alasnya tamas/taledan/cepe; berisi buah, pisang dan
kue secukupnya, nasi penek dua buah, rerasmen/lauk-pauk yang dialasi
tri kona/ tangkih/celemik, sampyan plaus/petangas, canang sari. Sarana
yang dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi (ngajum, menghormat, sujud
kepada Hyang Widhi)
– Nasi penek adalah nasi yang dibentuk sedemikian
rupa sehingga berbentuk bundar dan sedikit pipih, adalah lambang dari
keteguhan atau kekokohan bhatin dalam mengagungkan Tuhan, dalam diri
manusia adalah simbol Sumsuma dan Pinggala yang menyangga agar manusia
tetap eksis.
– Sampyan Plaus/Petangas; dibuat dari janur kemudian
dirangkai dengan melipatnya sehingga berbentuk seperti kipas, memiliki
makna simbol bahwa dalam memuja Hyang Widhi manusia harus menyerahkan
diri secara totalitas di pangkuan Hyang Widhi, dan jangan banyak
mengeluh, karunia Hyang Widhi akan turun ketika BhaktaNya telah siap.
4. Ketupat Kelanan Unsur-unsur yang membentuk ketupat kelanan:
– Alasnya tamas/taledan atau ceper, kemudian diisi buah, pisang dan
kue secukupnya, enam buah ketupat, rerasmen/lauk pauk + 1 butir telor
mateng dialasi tri kona/ tangkih/celemik, sampyan palus/petangas, canang
sari.
– Ketupat Kelanan adalah lambang dari Sad Ripu yang telah dapat
dikendalikan atau teruntai oleh rohani sehingga kebajikan senantiasa
meliputi kehidupan manusia. Dengan terkendalinya Sad Ripu maka
keseimbangan hidup akan meyelimuti manusia.
5. Penyeneng/Tehenan/Pabuat Yang membentuk Penyeneng:
– Jenis jejaitan yang di dalamnya beruang tiga masing-masing berisi
beras, benang, uang, nasi aon (nasi dicampur abu gosok) dan porosan,
adalah jejahitan yang berfungsi sebagai alat ntuk nuntun, menurunkan
Prabhawa Hyang Widhi, agar Baliau berkenan hadir dalam upacara yang
diselenggarakan. Panyeneng dibuat dengan tujuan untuk membangun hidup
yang seimbang sejak dari baru lahir hingga meninggal.
– Ruang 1, berisi Nasi aon adalah lambang dari dewa Brahma sebagai
pencipta alam semesta ini dan merupakan sarana untuk menghilangkan
semua kotoran (dasa mala)
– Ruang 2 berisi beras benang dan uang, lambang dari dewa Visnu
yang memelihara alam semesta ini, beras adalah sumber makanan manusia,
uang adalah alat transaksi untuk melangsungkan kehidupan, benang sebagai
penghubung antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan dan
manusia dengan Hyang Widhi.
– Ruang 3 berisi bunga, daun kayu sakti (dapdap), yang ditumbuk
dengan kunir dan beras, melambangkan dewa Siva dalam prabhawaNya sebaga
Isvara dan Mahadeva yang senantiasa mengarahkan manusia dari yang tidak
baik menuju benar, meniadakan (pralina) Adharma dan kembali ke jalan
Dharma.
– Bagian atas dari Penyeneng ini ada jejahitan yang menyerupai
Ardhacandra = Bulan, Windu = Matahari, dan Titik = bintang dan
teranggana (planet yang lain).
6. Pesucian Pesucian terdiri dari :
– Sebuah ceper /taledan yang berisi tujuh bua tangkih kecil yang
masing-masing tangkih berisi: Bedak (dari tepung), Bedak warna kuning
(dari tepung berwarna kuning), Ambuh (kelapa diparut/ daun kembang
sepatu dirajang), Kakosok (rengginang yang dibakar hingga gosong), Pasta
(asem/jeruk nipis), Minyak Wangi, Beras. Di atasnya disusun sebuah
jejahitan yang disebut payasan (cermin, sisir dan petat) terbuat dari
janur.
– Pada intinya pesucian merupakan alat-alat yang dipakai untuk menyucikan Ida Bhatara dalam suatu upacara keagamaan
– Secara instrinsik mengandung makana filosofis bahwa sebagai
manusia harus senantiasa menjaga kebersihan phisik dan kesucian rohani
(cipta , rasa dan karsa), karena Hyang Widhi itu maha suci maka hanya
dengan kesucian manusia dapat mendekati dan menerima karunia Beliau.
7. Segehan
– Secara etimologi Segehan artinya Suguh (menyuguhkan), dalam hal
ini adalah kepada Bhuta Kala, yang tak lain adalah akumulasi dari
limbah/kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan
manusia dalam kurun waktu tertentu. Dengan segehan inilah diharapkan
dapat menetralisir dan menghilangkan pengaruh negatik dari libah
tersebut. Segehan adalah lambang harmonisnya hubungan manusia dengan
semua ciptaan Tuhan
– Jahe, secara imiah memiliki sifat panas. Semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh emosional.
– Bawang, memiliki sifat dingin. Manusia harus menggunakan kepala
yang dingin dalam berbuat tapi tidak boleh bersifat dingin terhadap
masalah-masalah sosial (cuek)
– Garam, memiliki PH-0 artinya bersifat netral, garam adalah
sarana yang mujarab untuk menetralisir berbagai energi yang merugikan
manusia (tasik pinaka panelah sahananing ngaletehin).
– Tetabuhan Arak, Berem, Tuak, adalah sejenis alkhohol, dimana
alkhohol secara ilmiah sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh
berbagai kuman/bakteri yang merugikan. Oleh kedokteran dipakai untuk
mensteril alat-alat kedokteran. Metabuh pada saat masegeh adalah agar
semua bakteri, Virus, kuman yang merugikan yang ada di sekitar tempat
itu menjadi hilang/mati.
8. Sarana yang Lain
– Daun/Plawa; lambang kesejukan.
– Bunga; lambang cetusan perasaan
– Bija; lambang benih-benih kesucian.
– Air; lambang pawitra, amertha
– Api; lambang saksi dan pendetanya Yajna.
9. Siapa yang menerima Banten pejati ?
Banten Pejati dihaturkan kepada Sanghyang Catur Loka Phala, yaitu
– Peras kepada Sanghyang Isvara
– Daksina kepada Sanghyang Brahma
– Ketupat kelanan kepada Sanghyang Visnu
– Ajuman kepada Sanghyang Mahadeva
10. Jenis-jenis Daksina
– Daksina kelipatan 1 : daksina alit.
– Daksina kelipatan 2: daksina pakala-kalaan (Manusa Yajna).
– Daksina kelipatan 3: daksina krepa (Rsi Yajna).
– Daksina kelipatan 4: daksina gede/pamogpog (upacara besar).
– Daksina kelipatan 5: daksina galahan.
11. Penjelasan Bahan Banten Pejati Menurut Lontar Tegesing Sarwa Banten;
a. Mengenai rerasmen: “ Kacang, nga; ngamedalang pengrasa tunggal,
komak, nga; sane kakalih sampun masikian”. Artinya: Kacang-kacangan
menyebabkan perasaan itu menjadi menyatu, kacang komak yang berbelah dua
itu sudah menyatu. “ Ulam, nga; iwak nga; hebe nga; rawos sane becik
rinengo”. Artinya: Ulam atau ikan yang dipakai sarana rerasmen itu
sebagai lambang bicara yang baik untuk didengarkan.
b. Mengenai buah-buahan; “ Sarwa wija, nga; sakalwiring gawe, nga;
sana tatiga ngamedalang pangrasa hayu, ngalangin ring kahuripan”.
Artinya: Segala jenis buah-buahan merupakan hasil segala perbuatan,
yaiyu perbuatan yang tiga macam itu (Tri Kaya Parisudha), menyebabkan
perasaan menjadi baik dan dapat memberikan penerangan pada kehidupan.
c. Mengenai Kue/Jajan: “ Gina, nga; wruh, uli abang putih, nga;
lyang apadang, nga; patut ning rama rena. Dodol, nga; pangan, pangening
citta satya, Wajik, nga; rasaning sastra, Bantal, nga; phalaning hana
nora, satuh, nga; tempani, tiru-tiruan”. Artinya; Gina adalah lambang
mengetahui, Uli merah dan Uli putih adalah lambang kegembiraan yang
terang, bhakti terhadap guru rupaka/ ayah-ibu, Dodol adalah lambang
pikiran menjadi setia, wajik adalah lambang kesenangan mempelajari
sastra, Bantal adalah lambang dari hasil yang sungguh-sungguh dan tidak,
dan Satuh adalah lambang patut yang ditirukan.
d. Mengenai bahan porosan: “ Sedah who, nga; hiking mangde hita
wasana, ngaraning matut halyus hasanak, makadang mitra, kasih kumasih”.
Artinya: Sirih dan pinang itu lambang dari yang membuatnya
kesejahteraan/kerahayuan, berawal dari dasar pemikirannya yang baik,
cocok dengan keadaanny, bersaudara dalam keluarga, bertetangga dan
berkawan
Demikian kupasan banten Pejati baik (upakara) maupun kajian
filosofisnya, sehingga dengan pemahaman ini dapat menumbuhkan kesadaran,
keyakinan, dan kemantapan umat Hindu dalam membuat dan menghaturkan
Banten Pejati dan melaksanakan ajaran agama Hindu yang penuh dengan
simbol-simbol, sehingga dapat mengikis dogma “Anak Mula Keto”, di masa
yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar