Senin, 14 November 2016

Teori Kebenaran
1.     Teori Kebenaran Korespondensi
Kebenaran korespondesi adalah kebenaran yang bertumpu pada relitas objektif.Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan kebenaran dan kepastian indrawi. Sesuatu dianggap benar apabila yang diungkapkan (pendapat, kejadian, informasi) sesuai dengan fakta (kesan, ide-ide) di lapangan.
Contohnya: ada seseorang yang mengatakan bahwa Provinsi Yogyakarta itu berada di Pulau Jawa. Pernyataan itu benar karena sesuai dengan kenyataan atau realita yang ada. Tidak mungkin Provinsi Yogyakarta di Pulau Kalimantan atau bahkan Papua.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menurut corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
2.     Teori Kebenaran Koherensi
Teori ini disebut juga dengan konsistensi, karena mendasarkan diri pada kriteria konsistensi suatu argumentasi. Makin konsisten suatu ide atau pernyataan yang dikemukakan beberapa subjuk maka semakin benarlah ide atau pernyataan tersebut. Paham koherensi tentang kebenaran biasanya dianut oleh para pendukung idealisme, seperti filusuf Britania F. H. Bradley (1846-1924).
Teori ini menyatakan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu pengetahuan, pendapat kejadian, atau informasi) akan diakui sahih atau dianggap benar apabila memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari proporsi sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika. Sederhannya, pernyataan itu dianggap benar jika sesuai (koheren/konsisten) dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya; Setiap manusia pasti akan mati. Soleh adalah seorang manusia. Jadi, Soleh pasti akan mati.

 
3.     Teori Kebenaran Pragmatik/Pragmatisme
Artinya, suatu pernyataan itu benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Teori pragmatis ini pertama kali dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul "How to Make Our Ideas Clear".
Dari pengertian diatas, teori ini (teori Pragmatik) berbeda dengan teori koherensi dan korespondensi. Jika keduanya berhubungan dengan realita objektif, sedangkan pragmamtik berusaha menguji kebenaran suatu pernyataan dengan cara menguji melalui konsekuensi praktik dan pelaksanaannya.
Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima pengalaman pribadi, kebenaran mistis, yang terpenting dari semua itu membawa akibat praktis yang bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar