ILMU SEBAGAI ALAT
PENGEMBANGAN DAYA PIKIR
Selain sebagai hasil
produk berpikir, ilmu juga dapat dilihat sebagai alat pengembangan daya pikir.
Di sini ilmu tidak dilihat sebagai produk yang siap dikonsumsi. Maka untuk pengertian
iniilmu sebagai kata benda lebih tepat diganti dengan istilah keilmuan sebagai
kata kerja, yang mencerminkan aktivitas dan kegiatan berfikir yang dinamis dan
tidak statis. Ditinjau dari segi ini maka setiap kegiatandalam mencari
pengetahuantentang apapun selama hal itu terbatas pada objek empiris, dan
pengetahuan itu diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan adalah sah untuk
disebut keilmuan. Orang bisa membahas suatu kejadian sehari-hari secara
keilmuan, asalkan dalam proses pengkajian tersebut, dia memenuhi persayaratan
yang telah di gariskan. Sebaliknya tidak semua yang diasosiakan dengan
eksistensi ilmu adalah keilmuan. Seorang sarjana misalnya yang mempunyai
profesi bidang ilmu belum tentu mendekati masalah ilmunya secara keilmuan.
Hakekat keilmuan karenanya tidak ditentukan oleh titel, profesi dan kedudukan;
hakekat keilmuan ditentukan oleh cara berfikir yang dilakukan menurut
persyaratan keilmuan.
Disinilah urgensinya
ilmu sebagai alat untukpengembangan daya pikir manusia, karena berfikir
keilmuan bukanlah berfikir biasa, tetapi berfikir teratur, yang disiplin, yang
bermetode dan bersistem, diaman idea dan konsep yang sedang dipkirkan tidak
dibiarkan berkelana tanpa arah dan tujuan. Berfikir keilmuan selalu terarah
kepada suatu tujuan, yaitu pengetahuan.
Pembiasaan cara berfikir keilmuan adalah cara yang terbaik untuk
mempertajam rasio (daya nalar). Cara berfikir seseorang yang terdidik dalam
berfikir orang-orang yang tidak dan belum pernah sama sekali terlatih untuk
itu. Dengan kata lain berfikir keilmuan seperti termasuk menghendaki latihan
yang intensif sehingga menjadi suatu kebiasaan yang baik pada diri sesorang.
Pembiasaan berfikir seperti itu sangat relevan dengan (dan dianjurkan)
Al-Qur’an dalam berbagai variansi, diantaranya terdapat dalam surat Al-Hasyr
(59) : 29, Al-Baqarah (2) : 242, Al-Mu’minun (23) ; 788 dan Ad-Dzariyat (51) ;
21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar